MTO-Taurat, Persaingan Dua Komunitas Imam
Bibliografi
Artikel ini diambil dari :
Milis i-kan-untuk-CyberGki, 27 Maret 2002. Oleh Heri Muliono http://www.gki.or.id
1. Prolog
Serial Menyoal Taurat ini ditulis dari perspektif "persaingan" di antara dua komunitas imam, penghasil empat sumber teks tradisi J, E, D, dan P dalam Taurat dan Nebiim. Penulisan dari perspektif tersebut akan membantu mengurangi kerinyit dahi ketika berhadapan dengan bagian tertentu Taurat yang terasa "aneh atau janggal" atau "bertentangan satu dengan yang lain".
Disamping kasus pengulangan (doublet atau triplet), banyak bagian Taurat terasa tidak konsisten. Misalnya, kisah Musa pergi ke Tabernakel dikisahkan di bagian sebelum pengisahan pembangunan Tabernakel. Di bagian lain dikisahkan bahwa Tuhan sangat mengasihi Musa, namun di bagian setelahnya dikisahkan bahwa Tuhan ingin membinasakan Musa. Serial ini tidak sekedar menyatakan bahwa Musa bukan penulis Taurat, namun lebih jauh lagi. Bahwa Taurat adalah rekaman pergulatan kepentingan komunitas keturunan Musa (Musaiyah) dalam "persaingannya" dengan kepentingan komunitas keturunan Harun (Haruni). Itu sebabnya di suatu bagian Harun digambarkan dengan buruk sementara Musa digambarkan dengan sangat baik, atau sebaliknya. Jika Taurat dianggap sebagai tulisan Musa, penggambaran tentang Musa yang paling rendah hati di muka bumi terasa sangat janggal. Karena orang yang paling rendah hati di muka bumi tidak akan menyatakan dirinya sebagai orang yang paling rendah hati di muka bumi :-)
Serial posting Menyoal Taurat (MT) ini ditulis berdasarkan kerangka gagasan "Teori Sumber" atau 'Documentary Hypothesis' dari Julius Wellhausen (1844-1918), dan beberapa hal lain yang telah disampaikan dalam serial Menyoal Kitab Kejadian (kode MK) yang telah diposting ke milis CyberGKI pada tanggal 26 Desember 2001. Pada pokoknya, serial itu menyampaikan Kitab Taurat tersusun dari manuskrip yang berasal dari 4 (empat) tradisi, yaitu "J", "E", "D" dan "P". (Untuk penjelasan lebih terinci tentang tradisi J, E, D, dan P, berikut latar belakang singkat tiap tradisi, lihat 3 posting bertajuk "Para Penulis Kitab Perjanjian Lama", 29 dan 30 November 2001)
Persaingan komunitas imam terlihat dari teks masing-masing tradisi.
Tradisi J yang berasal dari komunitas imam yang menduduki posisi elite di Judea, sejak masa Salomo, berorientasi dan melegitimasi konsep politis, geografis, monarkis, sistem dan ikon religi di wilayah Kerajaan Judea (selatan). Sementara tradisi E yang berasal dari komunitas imam yang tersingkir dari posisi elite Judea (sejak Salomo) maupun Israel (paska-Salomo), berorientasi dan melegitimasi konsep politis, geografis, monarkis, dan ikon religi di wilayah Kerajaan Israel (utara). Namun mengkritisi sistem religi di wilayah Kerajaan Judea dan Israel sekaligus.
Tradisi J hanya mengisahkan tokoh, tempat dan wilayah yang berhubungan dengan kepentingan Judea saja. Tradisi E hanya mengisahkan tokoh, tempat dan wilayah yang berhubungan dengan kepentingan Israel saja.
Tradisi J melegitimasi monarki Judea saja, tradisi E monarki Israel saja.
Tradisi E me-aggrandisasi Musa, dan sedikit berkisah tentang Harun, sambil mengajukan konsep keimaman yang tidak ekslusif untuk keturunan Harun saja.
Tradisi J hanya mengisahkan ikon religi yang berada di Judea saja. Tradisi E hanya mengisahkan ikon religi yang berada di Israel saja, sambil mendiskreditkan ikon religi Judea
Tradisi P berasal dari komunitas imam yang menduduki posisi elite di Judea, paska-Samaria. Teks P ditulis dalam rentang waktu panjang. Dimulai dari respons terhadap "ancaman" manuskrip tradisi E yang masuk ke Judea, setelah kejatuhan Samaria, ada masa Raja Hiskia hingga refleksi paska-Babelonia, setelah kejatuhan Jerusalem.
Karakterisitik teks P adalah :
Denigrasi Musa (negasi untuk E), dalam beberapa detil kisah, dan terlambangkan dengan penghancuran tongkat Musa.
Justifikasi dan legitimasi keturunan Harun sebagai satu-satunya golongan Lewi yang berhak menjadi imam, untuk memperkokoh posisi elit keimaman.
Sentralisasi ritus keagamaan di Jerusalem saja, untuk mempertahankan eksklusivitas.
Manuskrip tradisi P adalah "Taurat" komunitas Haruni untuk menyaingi "Taurat" komunitas Musaiyah.
Tradisi D berasal dari komunitas imam yang menduduki posisi elite di Judea, di masa Raja Josia. Teks D ditulis hingga refleksi paska-Babelonia, setelah kejatuhan Jerusalem.
Karakteristik teks D adalah :
Denigrasi lebih lanjut terhadap Harun.
Justifikasi lebih lanjut bahwa semua orang Lewi berhak menjadi imam. (negasi terhadap konsep Haruni dan non-Lewi Bethel)
Sentralisasi ritus keagamaan di Jerusalem saja, untuk mempertahankan eksklusivitas
Penghancuran "balas dendam" dalam bentuk penghancuran ikon religi Salomo dan Jerobeam.
Tiap manuskrip adalah kisah para leluhur, wilayah tempat tinggalnya, dan lambang kepercayaan mereka dari perspektif masing-masing, sebagai penjelasan dan justifikasi terhadap situasi di sekeliling mereka. Kisah tradisi J hanya menyebut tokoh, kota dan batas wilayah Judea, dan kisah tradisi E hanya menyebut tokoh, kota dan batas wilayah Kerajaan Israel. Misalnya dalam hal penyebutan nama tempat (E: Sinai alih-alih J: Hebron), dan cakupan wilayah (J: suku di wilayah selatan saja, alih-alih seluruh suku Israel).
Tulisan serial ini terbagi menjadi :
Pengelompokan ayat ke dalam 4 tradisi mengikuti klasifikasi Richard Elliott Friedman, yang dimuat sebagai Appendix "Identification of the Authors of the Five Books of Moses" dalam buku "Who Wrote The Bible", HarperCollins, New York, 1997, hh 246-255.
Tabel tersebut dapat juga diperoleh dari Internet, di halaman situs http://www.cygnus-study.com/pagefive.shtml
Bandung, Maret 2002
Heri Muliono
2. MT1 - Persaingan Imam Paska Salomo
A. Daud, Peredam Konflik Suku dan Tradisi Religi
Kerajaan Israel (bersatu) yang berawal dari masa Raja Saul, mencapai puncak kejayaannya di jaman raja penggantinya. Daud berhasil menyatukan dan membesarkan Israel karena mampu menjaga keseimbangan konstelasi politik keagamaan dan kesukuan bangsanya. Pada masanya, kekuatan seorang raja sangat ditentukan oleh dukungan suku. Angkatan perang Israel terdiri dari para prajurit yang dikirimkan oleh setiap suku. Semakin banyak suku yang mendukung seorang raja, semakin banyak prajurit yang dimilikinya. Sehingga semakin kuatlah angkatan perangnya. (Disamping itu, Daud memiliki prajurit profesional non-Israel, dari suku Kreti, Pleti) Orang-orang suku Jehuda yang jumlahnya hampir sama dengan jumlah orang seluruh suku non-Jehuda selalu dirasa sebagai ancaman oleh suku-suku non-Jehuda. Keseimbangan dan rasa keadilan menjadi faktor sangat penting dalam penggalangan dukungan suku-suku Israel.
Daud paling tidak telah melakukan dua langkah tepat untuk menciptakan konstelasi politik yang seimbang.
Memindahkan ibukota dari Hebron ke Jerusalem, yang direbutnya dari orang Jebus, karena tiga alasan, yaitu bahwa Jerusalem :
netral (secara etnis), karena tak terletak di wilayah suku Israel manapun
netral (secara religi) dibanding Hebron yang kota imam Haruni
di tengah-tengah (secara geografis), karena lebih dekat ke wilayah Utara.
Mengangkat dua imam besar, yaitu Zadok bin Ahitub, yang berasal dari Hebron di wilayah Jehuda, di Selatan; dan Abyatar bin Ahimelekh, yang berasal dari wilayah Efraim, di Utara. (Abyatar adalah satu-satunya orang yang selamat dari pembantaian yang diperintahkan Raja Saul terhadap para imam di Nob. Kemudian ia menjadi pengikut Daud). Pengangkatan dua imam besar dari dua komunitas berbeda di masa Daud adalah pengakuan terhadap eksistensi tradisi kedua komunitas tersebut. Zadok mewakili komunitas Haruni (keturunan Harun, Imam Besar pertama bangsa Israel), yang semula berpusat di Hebron, lalu pindah ke Jerusalem. Abyatar mewakili tradisi komunitas Musaiyah (keturunan Musa, pemimpin pembebasan bangsa Israel menuju tanah perjanjian), yang berpusat di Shiloh.
B. Salomo dan Jerobeam, Pemicu Persaingan Suku dan Tradisi Religi
Salomo
Setelah masa Raja Solomo berakhir, Israel dengan cepat terpecah dua, karena dua tindakan Raja Solomo di bidang agama dan politik. Keseimbangan yang tercipta karena kebijakan akomodatif Daud, runtuh dalam waktu singkat. Sekalipun demikian Salomo tetap dapat bertahan sebagai raja hingga meninggalnya, antara lain karena mengandalkan dukungan prajurit profesional non-Israel warisan ayahnya.
Salomo mencopot jabatan imam Abyatar, sehingga Zadok (dari wilayah Judea) menjadi satu-satunya Imam Besar. Salomo tak menyukai Abyatar, yang mendukung Adonia untuk menggantikan Daud sebagai raja. Persaingan dua anak Raja Daud dalam proses suksesi monarki Daud, berakhir ketika Daud memilih Salomo sebagai penggantinya. Komunitas Musaiyah tersingkir dari panggung religi. Komunitas Haruni menjadi satu-satunya komunitas imam kenegaraan yang resmi.
Di masa kekuasaan Salomo, suku-suku di wilayah utara (non-Judea dan non-Benyamin) merasa dianaktirikan oleh kebijakan Salomo. Mereka merasa terdiskriminasi oleh sistem rodi dan mobilisasi pasokan kebutuhan istana yang memberatkan wilayah Utara. Selain itu, Salomo juga hanya memperhatikan keamanan perbatasan wilayah di selatan. Suku-suku Utara (non-Jehuda) merasa diperas demi kepentingan suku di Selatan (Jehuda). Ketakpuasan ini meledak ketika Rehabeam, anak dan pengganti Solomo, menyatakan akan meneruskan kebijakan ayahnya dalam itu. Maka Israel terbelah dua, secara politis (2 monarki), geografis (2 kerajaan), religi (2 komunitas tradisi).
Jerobeam
Paska-Salomo, di Selatan berdiri Kerajaan Judea dengan Raja Rehabeam. Jerusalem menjadi ibukota kerajaan Judea, sekaligus pusat perkembangan religi komunitas Haruni. Di Utara berdiri Kerajaan Israel dengan Raja Jerobeam, yang mengembangkan sistem religi baru. Jerobeam mendirikan dua pusat kegiatan agama di Dan dan Bethel, karena semua ikon religi bangsa Israel berada di Jerusalem. Komunitas Musaiyah benar-benar termarginalisasi.
Banyak kaum Lewi di Utara hidup menderita. Terutama yang tinggal di 20 kota di Galilea, yang telah diberikan Raja Salomo kepada Raja Hiram dari Tirus (1Raj 9:11).
Jerobeam mengangkat orang-orang non-Lewi menjadi imam kerajaan di Bethel dalam sistem religi baru yang ia ciptakan. Komunitas Musaiyah tidak mendapat tempat. Padahal Jerobeam ditahbiskan sebagai raja oleh imam Shiloh.
Komunitas Imam Paska-Salomo
Kisah perpecahan komunitas imam Israel hampir tidak pernah dibicarakan, sekalipun tersirat dalam Alkitab. Padahal justru pertumbuhan komunitas yang beragam inilah yang menjadi penyebab munculnya empat tradisi sumber naskah kitab-kitab Perjanjian Lama, teristimewa kumpulan Taurat dan Nebiim. Pada jaman monarki paska-Salomo, terdapat paling tidak empat komunitas imam.
Kaum Lewi Israel Utara di Shiloh kemudian Nob
Kaum Lewi keturunan Harun di Hebron kemudian Jerusalem
Kaum Lewi pedesaan di Judea dan Israel
Kaum non-Lewi yang diangkat Jerobeam menjadi imam di Beth-El.
Dua komunitas pertama adalah sumber tradisi teks yang kemudian membentuk kitab-kitab dalam kumpulan Taurat dan Nebiim. Imam Lewi di pedesaan dan imam non-Lewi pasti tidak masuk hitungan. Mereka tak berakses ke sumber tradisi, apalagi mengembangkan konsep dan teologi. Paska-Salomo, polarisasi tradisi religi berjalan seiring persaingan monarki.
Komunitas Musaiyah
Tradisi Elohis ("E") dan Deuteronomis ("D") berasal dari komunitas yang semula berpusat di Shiloh (wilayah Efraim, Israel Utara), dan mengaku sebagai keturunan Musa (karena itu selanjutnya disebut sebagai komunitas Musaiyah). Komunitas ini memiliki tradisi dan peran sejarah yang panjang, bermula dari masa pra-monarki (jaman hakim-hakim). Marginalisasi di jaman Salomo dan Jerobeam menimbulkan kegetiran dalam pandangan terhadap sosok dan ikon keagamaan yang mewakili kekuatan yang menyingkirkan mereka. Pada peristiwa pertama terlambangkan pada sosok Salomo dan Harun, dan ikon keagamaan Salomo. Pada peristiwa kedua terlambangkan pada sosok Jerobeam dan ikon religinya.
Komunitas Haruni
Tradisi Jahwis ("J") dan Priestly ("P") berasal dari komunitas yang semula berpusat di Hebron (ibukota Judea), lalu pindah ke Jerusalem (Wilayah Judea, Israel Selatan), dan mengaku sebagai keturunan Harun (karena itu selanjutnya disebut sebagai komunitas Haruni). Di masa Daud mulai terbentuk komunitas imam elite di sekeliling Zadok, dan sejak itu komunitas Haruni mulai berperan di panggung pusat agama Israel. Lebih-lebih setelah Zadok menjadi satu-satunya imam kerajaan pada masa Salomo. Maka dengan perlahan tumbuh tradisi yang kemudian dikenal sebagai tradisi "J". Komunitas Haruni meraih masa kejayaan dari masa Salomo hingga Hizkia, raja Jehuda ketika Samaria jatuh (722 SM).
Polarisasi Tradisi Religi
Tradisi J dan E memiliki sumber yang sama (mungkin berupa tradisi lisan atau teks yang lebih kuno), namun dikembangkan di wilayah kerajaan yang berbeda, dan dengan tujuan berbeda pula. Keduanya ditulis hingga sebelum jatuhnya Samaria pada tahun 722 SM. Tradisi J ditulis di wilayah Kerajaan Judea, dan berorientasi pada kepentingan Judea. Tradisi E ditulis di wilayah Kerajaan Israel dan berorientasi pada kepentingan Israel. Kisah-kisah tradisi J dan E hanya melegitimasi situasi politik, monarki, geografi, dan sistem religi di sekelilingnya. Pembandingan karakteristik kedua tradisi memperlihatkan masing-masing teks terkait dengan kepentingan komunitasnya.
3. MT2 - Musaiyah Versus Haruni
Tradisi J, Komunitas Haruni
Tradisi J yang ditulis oleh komunitas yang sedang menikmati posisi elite, memaparkan refleksi kisah yang melegitimasi situasi politis dan religi yang menguntungkannya. Teks tradisi J ditulis sebagai pengokohan posisi yang telah diraih komunitas penulisnya. Karenanya, teks tradisi J adalah bentuk legitimasi politis, geografi, dan monarki Jehuda, sekaligus legitimasi sistem religi yang dioperasikan komunitas Haruni. Manuskrip tradisi J menurut R.E. Friedman diperkirakan ditulis dalam periode 848-722 SM. Yaitu sebelum kejatuhan Kerajaan Israel (Utara), tahun 722, karena mengisahkan penyebaran suku Simeon dan Lewi, tetapi tidak mengisahkan penyebaran suku Israel lainnya (yang terjadi setelah kejatuhan Israel karena serangan Assiria). Dan sesudah perpecahan kerajaan paska-Salomo, karena ada penekanan pada pentingnya tabut perjanjian, larangan penyembahan patung emas (di Israel), serta kampanye negatif Judea terhadap Israel. Penyempitan periode hingga tahun 848 SM didasarkan penulisan kisah kemerdekaan Edom dari Judea, yang terjadi pada masa Raja Yoram (848-842SM).
Tradisi E, Komunitas Musaiyah
Teks tradisi E lahir dari situasi kegetiran marginal, ditulis oleh komunitas yang tersingkir dari posisi elite keagamaan, sehingga memaparkan refleksi yang melegitimasi situasi politis, tetapi mengkritisi konsep religi pesaingnya (baik di Jerusalem maupun di Bethel). Agar bisa kembali ke posisi elite, komunitas penulis teks E tetap membutuhkan wadah politis. Dan itu hanya dalam kerangka kerajaan Israel, bukan Jehuda. Karenanya, tradisi E melegitimasi politik, geografi, dan monarki Israel, tetapi menolak konsep religi yang dioperasikan imam-imam non-Lewi di Bethel, dan eksklusivitas imam Haruni di Jerusalem. Manuskrip tradisi E masih menurut R.E. Friedman diperkirakan ditulis dalam periode 25 tahun terakhir sebelum kejatuhan Israel tahun 722 SM.
Kenangan terhadap kejayaan leluhur di masa lalu menyebabkan penulis tradisi E memulai penulisan teks dengan kerangka sejarah sakral bangsa Israel. Bermula dari kisah singkat para bapa bangsa (mulai dari Abraham), dan berpuncak pada Musa. Tradisi E cenderung meng-aggrandisasi (membesarkan) peran Musa. Maka tampillah Musa sebagai sosok istimewa. Peristiwa yang mengkisahkan ketokohannya menempati porsi besar dalam teks tradisi E. Perjumpaan Musa dengan Tuhan yang memperkenalkan namanya, di Sinai, menjadi tonggak utama konsep penulisan tradisi E.
Kegetiran terhadap ketersingkiran dari posisi imam (secara tak langsung oleh komunitas Haruni di Jerusalem) pada jaman Salomo, menyebabkan penulis tradisi E cenderung men-denigrasi (mengecilkan) peran Harun. Maka Harun nyaris tak berperan dalam berbagai kisah tradisi E, atau digambarkan buruk.
Harapan untuk kembali ke panggung resmi pusat religi, membuat penulis teks tradisi E berorientasi dan melegitimasi aspek politis, monarkis, dan geografis Israel (Utara). Lihat MT3 - Jahwis Versus Elohis.
Ketersingkiran dari posisi imam untuk keduakalinya (secara tak langsung oleh komunitas imam non-Lewi di Bethel) pada jaman Jerobeam, menyebabkan penulis tradisi E mengajukan konsep keimaman tersendiri. Tradisi E menolak konsep keimaman Jerusalem yang dikuasai keluarga keturunan Harun (komunitas Haruni) dan keimaman Bethel yang dikuasai non-Lewi. Menurut tradisi E, keimaman adalah hak eksklusif orang Lewi saja (negasi untuk konsep keimaman Bethel). Semua orang Lewi (general) bisa menjadi imam, bukan hanya orang Lewi tertentu (partikular), misalnya keturunan Harun saja (negasi untuk konsep keimaman komunitas Haruni di Jerusalem).
Legitimasi dan Kritik Religi
Kritik terhadap konsep pesaing
Insiden "patung-anak-lembu-emas" dalam manuskrip tradisi E mengandung kritik terhadap praktek keimaman, baik pada sistem religi di Israel maupun di Judea.
Di mata penulis tradisi E, Harun adalah lambang ketersingkiran komunitas Musaiyah dari Jerusalem di masa Salomo. Maka dalam manuskrip tradisi E, Harun, leluhur komunitas imam Haruni di Jerusalem, dikisahkan berlaku bidat dan tidak terpuji, dalam kisah "patung-anak-lembu-emas" [Kel 32] dan "Miryam-Si-Putri-Salju" [Bil 12]. Pengkisahan sikap kebidatan Harun sudah bisa menjadi dasar kuat untuk menolak keabsahan keturunannya sebagai imam. Sebaliknya, pengkisahan seluruh orang Lewi (kecuali Harun) yang tunduk pada perintah Tuhan, dijadikan dasar legitimasi pemberian hak keimaman untuk seluruh orang Lewi.
Di mata penulis tradisi E, lembu emas yang dibuat Jerobeam sebagai kaki altar di Bethel adalah lambang ketersingkiran komunitas Musaiyah, dan "pengkhianatan" Jerobeam yang telah didukung dan ditahbiskan sebagai raja. Maka dalam manuskrip tradisi E, lembu emas dijadikan sebagai lambang "pengkhianatan" bangsa Israel terhadap Tuhan yang baru saja membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir.
Persaingan ikon religi
Masing-masing tradisi hanya mengisahkan ikon religi yang terdapat dalam komunitasnya.
Tabut Perjanjian
Teks J dalam Kitab Bilangan [Bil 10:29] dimulai dengan kisah keberangkatan ke Kanaan dari Sinai. Tabut perjanjian ditempatkan di depan iring-iringan. Teks J yang lain menyebutkan bahwa Tabut Perjanjian tersebut sangat berperan dalam keberhasilan perjalanan mereka. (Dengan kata lain, kesuksesan militer Israel ditentukan oleh tabut ersebut). Tabut Perjanjian adalah ikon terpenting Kuil Salomo (Baitallah Pertama) di Jerusalem. Tradisi J memperlihatkan pandangan tentang pentingnya Tabut Perjanjian, sementara tradisi E sama sekali tidak berkisah tentangnya. Tradisi E dalam insiden "patung-anak-lembu-emas" bahkan mengkisahkan Musa yang melemparkan dua loh batu yang baru saja dibawanya turun, ke patung tersebut, hingga semuanya hancur. Dengan kata lain, teks E ingin mengatakan bahwa Tabut Perjanjian di Jerusalem tidak berisi loh batu, (karena telah hancur) atau jika berisi, pasti loh batu yang tidak asli.
Kemah Pertemuan atau Tabernakel
Tradisi E menekankan pentingnya Kemah Pertemuan sebagai lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah mereka. (Kel 33:7-11]. Menurut kitab Samuel, Raja-raja, dan Tawarikh, Tabernakel adalah tempat utama untuk pemujaan Tuhan hingga diganti dengan kuil (permanen) yang dibangun oleh Salomo. Sebelum itu, penempatan Tabernakel selalu diasosiasikan dengan Shiloh. Tradisi E memperlihatkan pandangan tentang pentingnya Tabernakel, sementara tradisi J sama sekali tidak berkisah tentangnya.
Perspektif Persaingan Tradisi Keimaman
Dari perspektif keberadaan dua komunitas imam penting ini, lima Kitab Taurat (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan) adalah rekaman "persaingan" para imam dari tradisi yang berasal dari komunitas keturunan Musa (Musaiyah) dan Harun (Haruni). Persaingan nyata antara komunitas Musaiyah dengan Haruni ini berjalan selama berabad-abad, "memperebutkan" hak prerogatif dan legitimasi sebagai imam, yang pada gilirannya mendatangkan wewenang dan pendapatan. Pengumpulan, penyuntingan dan penyatuan beberapa kitab dari berbagai tradisi, menjadi kumpulan Kitab Taurat di masa Ezra pada abad-5SM, adalah reunifikasi berbagai tradisi yang pada mulanya satu juga. Namun pada saat yang sama, berarti pengaburan informasi latarbelakang dan karakteristik masing-masing tradisi. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam mengapresiasi pesan dan makna yang mula-mula terkandung di dalamnya, pada saat penulisannya. Pemahaman makna kandungan Alkitab (baik segi positif maupu positifnya) dari alur tradisi masing-masing sumber, memungkinkan dilakukannya transsignifikasi, yang mampu menempatkan relevansi Alkitab dalam konteks kehidupan kini dan di sini.
4. MT3 - Jahwis Versus Elohis
Legitimasi Toponomis-Geografis
Tradisi J mengisahkan masa Abraham bermukim di Hebron. Hebron adalah ibukota Judea sebelum Daud memindahkannya ke Jerusalem. Hebron juga kota asal Zadok, imam kerajaan asal Jehuda, pada masa Daud dan Salomo [Kej 13:18; 18:1]. Tradisi E tidak berkisah tentang ini.
Tradisi J mengisahkan janji Jahweh kepada Abraham untuk "memberikan" wilayah dari sungai di Mesir hingga sungai Efrat. Wilayah ini sesuai dengan batas wilayah kekuasaan Raja Daud, pendiri dinasti penguasa Judea [Kej 15:18]. Tradisi E tidak berkisah tentang ini.
Tradisi E berkisah tentang pergumulan Jakob dengan Tuhan atau malaekat di suatu tempat yang kemudian diberi nama Pniel (Peni-El, "Wajah Tuhan"). Pniel adalah kota yang dibangun Jerobeam di Israel [Kej 32:5-31]. Tradisi J tak berkisah tentang ini.
Kedua tradisi, J [Kej 28:11a,13-16,19] dan E [Kej 28:11b,12,17-18,20-3] berkisah tentang kota Bethel, yang terletak di perbatasan Judea dengan Israel. Kedua kerajaan, Judea dan Israel, memperebutkan hak atas Bethel
Tradisi J mengisahkan kota Sikhem direbut melalui pembantaian warga kota oleh leluhur suku-suku Israel [Kej 34]. Tradisi E mengisahkan bahwa kota Sikhem diperoleh melalui transaksi jual beli [Kej 33:19].
Tradisi E berkisah bahwa Jusuf ingin dimakamkan di tanah kelahirannya. [Kej 50:4-26]. Manuskrip tradisi E di Kitab Keluaran mengisahkan bahwa bangsa Israel membawa tulang-belulang Jusuf dari Mesir. [Kel 13:19]. Tulang-belulang Jusuf dimakamkan di Sikhem, ibukota Israel [Jos 24:3]. Tradisi J tak mengisahkan hal ini.
Tradisi J hanya mengisahkan kelahiran anak Jakub (Kej 29:32-35), yang menjadi leluhur suku yang wilayahnya membentuk Kerajaan Judea (Selatan) yaitu Jehuda, dan yang tidak memiliki wilayah seperti Ruben dan Simeon (yang kehilangan wilayah dan terserap ke suku lain), serta Lewi (suku yang terdiri dari imam dan tidak mempunyai wiilayah). Tradisi J hanya mengisahkan kelahiran anak dan cucu Jakub (Kej 30:1-24a), yang menjadi leluhur suku-suku yang wilayahnya membentuk Kerajaan Israel (Utara) yaitu Dan, Naftali, Gad, Asyer, Isakhar, Zebulon, Efraim dan Manasye (anak Yusuf), dan yang didominasi suku Jehuda yaitu Benyamin (Kej 35:16-20).
Tradisi J berkisah tentang wilayah yang diintai oleh mata-mata pengintai yang dikirimkan Musa. Yaitu mencakup Negeb (daerah perbukitan dekat gurun di selatan), lalu Hebron, hingga lembah Eskol. [Bil 13:17-20,22-24]. Seluruhnya berada di wilayah Judea. Ketika para pengintai itu ketakutan melihat kekuatan bangsa yang diintainya, Kaleb menjadi satu-satunya pengintaii yang bersemangat tetap menyerang [Bil 27-31]. Di Kitab Yosua [Yos 14:3] disebutkan bahwa wilayah yang dibagikan kepada Kaleb mencakup Hebron, ibukota Judea.
Legitimasi Politis-Monarkis
Tradisi J melegitimasi monarki keturunan Jehuda, dengan kisah yang menjustifikasi hak kesulungan Jehuda. Ruben meniduri gundik ayahnya, sehingga ia kehilangan haknya [Kej 49:3-4]. Simeon, anak ke-2, dan Lewi anak ke-3, yang terlibat dalam pembantaian di Sikhem malah "dikutuk" akan tercerai-berai dan tidak mempunyai wilayah [Kej 49:5-7]. Maka Jehuda, anak ke-4 Jakob beroleh "hak kesulungan" [Kej 49:8].
Tradisi E melegitimasi monarki kerajaan Israel (Utara), yang keturunan Jusuf, melalui Efraim. Ketika memberkati Manasye dan Efraim, anak-anak Jusuf, Jakob menyilangkan tangannya. Tangan kirinya di atas kepala Manasye (anak sulung Jusuf), tangan kanannya di atas Efraim, adik Manasye. Tradisi E bahkan mengisahkan bahwa Jakob memberi bagian yang lebih besar kepada Efraim, dibandingkan pemberiannya kepada saudara-saudara Efraim. Berarti lebih besar dari Manasye, dan anak Jakub yang lain. [Kej 48:22]. Jerobeam, pendiri dinasti Kerajaan Israel (Utara) berasal dari keturunan Efraim. Teks Inggris menuliskannya "I have given you one *portion* more than your brother". Kata *portion* adalah terjemahan kata Ibrani "sekem". Sikhem, ibukota Israel masa Jerobeam, terletak di bukit Efraim [1Raj 12:25]. Kerajaan Israel (Utara) juga disebut sebagai Kerajaan Efraim [Jes 7:17; dan Jer 7:15]
Dalam kisah "Jusuf dijual ke tanah Mesir", tradisi J menyebut Jehuda sebagai penyelamat Jusuf [Kej 37:26-27], tradisi E menyebut Ruben. [Kej 37:21-22].
Tradisi E menyebut pengawas budak di Mesir sebagai "pengawas rodi" [Kel 1:11]. Tradisi E juga menggunakan istilah rodi atau 'missim' (Ibrani) untuk menyebut sistem mobilisasi tenagakerja Raja Salomo, yang menyengsarakan orang Israel di wilayah Utara (dan menjadi sebab pemisahan diri). Tradisi J tidak menggunakan istilah "missim".
Tradisi E mengisahkan kepahlawanan Josua, pembantu terpercaya Musa.
pemimpin perang melawan bangsa Amalek [Kel 17:8-13]
penjaga di dalam Kemah Pertemuan jika Musa tak berada di dalamnya [Kel 33:11]
satu-satunya orang Israel yang tidak terlibat dalam peristiwa penyembahan patung "anak-lembu-emas" [Kel 32:15-17]
mencegah penyelewengan [Bil 11:24-29] pengganti Musa dan pemimpin Israel ketika memasuki "tanah perjanjian"
tokoh penting pembaharuan perjanjian di Sikhem [Jos 24:1]. Josua adalah pahlawan Utara dan berasal dari suku Efraim [Bil 13:8] sama dengan Jerobeam. Josua dimakamkan di wilayah Efraim [Jos 24:30] Tradisi J tidak berkisah tentang Josua.
Tradisi J melegitimasi kedudukan bangsa Israel, yang keturunan Jakub atau Israel, di atas bangsa Edom, yang keturunan Esau. (Edom di bawah kekuasaan Judea, mulai jaman Daud hingga Yoram). Meskipun Esau lebih tua daripada Jakub. Teks J menjustifikasinya melalui kisah peralihan hak kesulungan (dari Esau ke Jakub) dan perampasan berkat yang seharusnya untuk Esau.
Esau, yang kemudian juga disebut Edom, telah menukarkan hak kesulungannya dengan masakan kacang merah (kata Ibrani 'edom' berarti merah) [Kej 25:29-34].
Ribka menyuruh anaknya menipu ayahnya dengan menyamar sebagai Esau [Kej 27:1-9]. Teks J secara tak langsung menjustifikasi tindakan Ribka dengan menyebut bahwa ia memperoleh Firman TUHAN yang menyatakan "anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda" [Kej 25:23]. Teks itu juga menjustifikasi dominasi Israel (kerajaan yang lebih muda) atas Edom (kerajaan yang lebih tua) selama 200 tahun, dimulai dari penaklukan Edom pada masa Daud.
Jakub dikisahkan memperoleh hak kesulungan dan berkat sekaligus, sebagai justifikasi terhadap kenyataan bahwa Israel-Judea mencakup wilayah yang lebih luas dan lebih makmur daripada Edom.
Esau dikisahkan beroleh berkat akan terbebas dari kuk [Kej 27:40] sebagai justifikasi kemerdekaan Edom dari dominasi Jehuda di masa Raja Yoram [2Raj 8:16,20-23].
Esau dan Jakub disebut sebagai saudara kembar [Kej 25:24]. Karena orang Israel menganggap orang Edom sebagai kerabat dekat, secara etnis dan lingusitik (berbeda dengan orang Filistin, misalnya).
Tradisi E tidak berkisah tentang Esau, karena Edom terletak jauh di selatan. Kisah Esau hanya muncul dalam teks tradisi J, karena penulis manuskrip J berkepentingan dengan Edom yang berbatasan langsung dengan wilayah Judea.
5. MT4 - Persaingan Imam Paska Samaria
Latar belakang tradisi Priestly ("P")
Manuskrip E yang "melecehkan" Harunik. Menyusul kejatuhan Israel di tangan bangsa Asiria, tahun 722 SM, wilayah Judea dan Jerusalem khususnya menjadi salah satu tempat pengungsian warga Kerajaan Efraim (Israel, Utara). Kedatangan para migran itu mengusik kenikmatan kalangan tertentu di Jerusalem. Bukan karena berarti harus disediakan lebih banyak gandum untuk membuat lebih banyak roti bagi lebih banyak mulut. Tahun-tahun keagungan dan kekuasaan imam Jerusalem (Kerajaan Judea, Selatan) terancam oleh manuskrip yang dibawa para migran, yairu teks tradisi "E". Para imam itu adalah pemimpin agama yang memiliki akses istimewa ke Baitallah. Berasal dari komunitas Haruni, keturunan Harun, kakak Musa. Ancaman itu menjadi lebih nyata karena ternyata para migran dari Efraim itu dapat menyatu dengan warga Jehuda, karena kesamaan dalam agama, kepercayaan pada Tuhan yang sama, pewaris kisah tradisi yang sama dalam hal para bapa bangsa, pembebasan dari Mesir, dan pencerahan di Sinai. Sehingga dihasilkan kombinasi naskah tradisi J dan E, menjadi naskah "JE". Kombinasi itu mungkin terjadi karena alasan kompromi literatur, atau rekonsiliasi politik. Tapi pada saat yang sama, naskah "E" ternyata hanya sedikit sekali berkisah tentang Harun. Barangkali kenyataan itu masih bisa dianggap pil pahit yang masih tertelan. Tapi tidak demikian halnya pada pengisahan kasus Harun yang beralasan untuk menghindar dari kesalahan dan menyebut Musa sebagai "tuanku". Leluhur komunitas Harunik ini dikisahkan secara "memalukan" dalam dua dalam insiden manuskrip E, yaitu dalam kisah Miryam "si putri salju" (Bil 12) dan kisah Harun membuat patung anak lembu emas sebagai sesembahan orang Israel. (Kel 32).
Taurat versi Priestly
Bagian yang sangat menyakitkan ini tidak mungkin dihilangkan dari teks. Para pendengar pembacaan naskah E dari Israel, yang telah terbiasa dengannya, pasti akan segera mengetahui penghilangannya dan memprotesnya. Peran besar Musa sudah diketahui luas sebagai orang yang membebaskan bangsa Israel dari Mesir, mengelana di gurun Sinai, memberikan hukum dan memimpin mereka menuju Kanaan. Satu-satunya hal yang bisa dilakukan oleh komunitas Harun adalah menampilkan sosok Musa agar tidak terlalu penting, dan lebih menonjolkan Harus sebagai penyeimbang. Tetapi, membiarkan bagian tersebut tetap dalam naskah juga terasa sangat menyakitkan. Karena itu, para imam Haruni menuliskan "taurat" versi mereka sendiri. Lalu dimulailah tradisi penulisan naskah "P". Sesuai motto "penyerangan adalah pertahanan yang bagus", komunitas Haruni mencoba mempertahankan Harun dari "serangan" naskah E, dengan membuat naskah yang "menyerang" Musa, yang mendenigrasikan Musa. Model seperti ini dapat dilihat dengan membandingkan dua kisah "Air dari Batu" di Kitab Keluaran [Kel 17:2-7 dari tradisi E] dan Kitab Bilangan [Bil 20:2-13 dari tradisi P]. Penulis teks P bukan sekedar merubah detil cerita, ia juga memberikan konsep lain tentang Tuhan. Penulis teks P tidak sekedar bermotif artisitik, tetapi juga sekaligus teologis, politis, dan ekonomis. Manuskrip P dibuat untuk mempertahankan komunitas imam penulisnya dari ancaman komunitas imam lain dari pusat religi lain. "Taurat" versi P harus bisa mempertahankan legitimasi komunitas Haruni dan mempertahankan wewenang yang dimiliki. Pada akhirnya, "Taurat" P, adalah upaya komunitas Haruni mempertahankan kelangsungan nafkah penghidupannya.
Sebagian teks P ditulis dalam periode 722-609SM, dalam dan atau setelah masa Raja Hiskia. Tradisi P menekankan pemusatan kegiatan religi, satu pusat, satu altar, satu Tabernakel, satu tempat untuk persembahan korban. Dan Raja yang memulai pemusatan religi adalah Raja Hiskia. Kitab-kitab Raja-raja dan Tawarikh mengkonfirmasi bahwa tidak ada pemusatan religi sebelum Raja Hiskia. Tradisi P (dan hanya P) selalu menekankan pembedaan kaum Lewi menjadi dua kelompok: "imam Lewi" dan "Lewi kebanyakan". Raja yang memformalkan pembagian itu adalah Raja Hiskia, seperti dilaporkan dalam Kitab Tawarikh [2Taw 31:2]. Dan imam Haruni keturunan Harun adalah satu-satunya kelompok Lewi yang berhak menjadi Imam. Tradisi P ditulis oleh komunitas Haruni, dan mempahlawankan Raja Salomo dan Raja Hiskia, yang memberinya banyak peluang mengoperasionalkan konsep yang menguntungkan komunitasnya.
Pada mulanya manuskrip P merupakan sebuah karya utuh "Taurat" yang dimulai dari Kisah Penciptaan (Pasal Kitab 1 Kejadian) hingga kisah kematian Musa. Teks tersebut sekarang tersebar di banyak bagian kumpulan kitab Taurat. Yaitu di bagian-bagian Kitab Kejadian, Keluaran, Bilangan, hampir seluruh isi Kitab Imamat (kecuali Ima 23:39-43; 26:39-45 yang merupakan tambahan dari Redaktur), dan bagian terakhir Kitab Ulangan (Ul 34:7-9) yang mengisahkan kematian Musa (doublet teks D, Ul 34:1-8; 10-12). Selain itu, manuskrip tradisi P tersebar dalam bentuk beberapa kitab, misalnya Kitab Tawarikh dan Ezra.
Latar belakang tradisi Deuteronomis ("D")
Teks Deuteronomis menunjukkan sentimen yang berhubungan erat dengan para imam Shiloh, sumber tradisi E. Keduanya kurang menghargai Harun, dan bersikap negatif terhadap Raja Salomo dan Raja Jerobeam. (Kedua raja ini menyingkirkan imam Shiloh dari panggung keagamaan).
Penulis teks D bersikap sama seperti imam Shiloh, yaitu kurang menghargai imam Haruni. Dalam Kitab Ulangan (Deuteronomy) nama dan peran Harun hanya disebut dua kali di bagian pembukaan.
Pertama, ketika menyebutkan bahwa Tuhan begitu murka kepada Harun dan ingin membinasakannya dalam insiden "patung anak-lembu emas" (Ul 9:20).
Kedua, ketika menceritakan bahwa Harun meninggal (Ul 10:6). Di bagian penutup, sejarawan D bahkan memberikan penekanan negatif pada kisah Miryam yang terkena kusta hingga menjadi putih seperti salju (kisah pemberontakan Miryam dan Harun, Bil 12).
Deuteronomis dan Raja Josia yang dipahlawankannya berada di satu kubu dengan imam Shiloh yang berpandangan buruk terhadap Raja Salomo dan Raja Jerobeam. Kedua raja tersebut melakukan hal yang sama, menyingkirkan puak Shiloh dari panggung kekuasaan keagamaan.
Tradisi D dan E juga berciri sama dalam penggunaan istilah
E dan D menyebut gunung tujuan Musa dan orang Israel di masa pengelanaan di gurun sebagai Gunung Horeb (J dan P menyebutnya Gunung Sinai).
Menggunakan ungkapan "Tempat Yahweh".
Menggambarkan Musa dengan baik dan atau sangat baik.
Menganggap penting kedudukan para nabi, karena bertradisi mempahlawankan tokoh semacam Musa, Samuel, Ahiya dan lebih kemudian Jeremia (istilah "nabi" hanya muncul sekali di P dan tidak pernah muncul di J)
Mendukung dan sangat menghargai peranan kaum Lewi (Di tradisi J, kaum Lewi diabaikan setelah pembantaian Sikhem; di P kaum Lewi dipisahkan, dan dianggap lebih rendah dari komunitas Haruni, imam keturunan Harun)
Pada mulanya manuskrip D adalah sebuah karya utuh yang dimulai dari "pidato" perpisahan Musa dan kisah kematiannya dalam Kitab Ulangan, dan berpuncak pada kematian Raja Josia. Lalu dilanjutkan dengan kitab-kitab yang terkumpul dalam Nebiim. Hingga sekarang, setelah penyuntingan di masa Ezra, kumpulan manuskrip D masih dapat dikenali dengan mudah dan dinikmati sebagai kesatuan yang mengalir dimulai dari Kitab Ulangan dan diikuti dengan pembagian seperti berikut: a. kisah kedatangan dan penaklukan "tanah perjanjian", terkumpul di Kitab Josua; b. kisah awal para pendatang, termasuk cerita tentang Debora, Gideon, dan Samson, terkumpul dalam Kitab Hakim-Hakim; c. kisah Samuel di Shiloh dan penahbisan Saul dan Daud, dua raja pertama bangsa Israel, terkumpul dalam Kitab 1Samuel; dan kisah Raja Daud yang terkumpul di Kitab 2Samuel; lalu d. kisah raja-raja setelah Daud hingga Raja Josia, yang menjadi raja Judea ketika manuskrip D disunting, terkumpul dalam Kitab Raja-Raja. Selain itu, manuskrip tradisi D lainnya tersebar di beberapa kitab, seperti Jeremia dan Jesaya.
6. MT5 - Elohis Versus Priestly
Manuskrip Priestly adalah alternatif manuskrip JE.
Kisah JE biasanya dimulai dengan ". . . berfirmanlah Allah kepada Musa . . " [misalnya seperti di Kel 6:1]. Teks P dimulai dengan " . . TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun . . " [misalnya seperti pada Kel 7:8]. Di banyak bagian lain teks J mengkisahkan suatu perbuatan yang dilakukan Musa atau yang diperintahkan kepada Musa, tetapi teks P mengkisahkan hal yang sama dilakukan oleh atau diperintahkan kepada Musa dan Harun.
Teks JE mengkisahkan keajaiban di Mesir dilakukan dengan menggunakan tongkat Musa [Kel 7:15]. Teks P mengkisahkan dengan menggunakan tongkat Harun [Kel 7:19]
Teks JE menyebut Harun sebagai kakak Musa, saudara sesama Lewi [Kel 4:14]. Tetapi teks P secara kategoris menyebut Harun sebagai kakak kandung Musa, anak sulung seibu dan seayah [Kel 6:19; 7:7]. Teks P menceritakan silsilah Harun, tetapi tidak menceritakan silsilah Musa [Kel 6:20-25].
Teks JE mengkisahkan persembahan korban yang dilakukan oleh Kain, Habel, Abraham, Nuh, Abraham, Iskak, dan lainnya. Teks P baru mengkisahkannya di bagian akhir Kitab Keluaran, pada hri penahbisan Harun sebagai Imam Besar [Kel 40:13,29-32]. Selanjutnya seluruh persembahan yang dikisahkan teks P, dilakukan hanya oleh Harun dan keturunannya. Dalam hal kisah P yang berhubungan dengan kisah JE yang menceritakan persembahan, teks P memilih tidak menceritakan kisah itu sama sekali, atau menghilangkan bagian persembahan. Misalnya dalam kisah Banjir Besar jaman Nuh. Teks J menyebut Nuh memasukkan 7 pasang binatang halal dan 1 pasang binatang haram. Kisah J ini diakhiri dengan persembahan korban bakaran (binatang halal) yang dilakukan Nuh. Tetapi teks P menyebut hanya sepasang untuk masing-masing jenis binatang halal maupun haram. Perbedaan terjadi karena penulis teks P tidak membutuhkan bintang halal sebagai korban persembahan. Tidak ada bagian teks P yang menceritakan persembahan oleh Nuh. (Lihat kembali posting MK5 - 1. Kasus Kisah Air Bah; MK5 - 2. Kisah Air Bah Tradisi "J", dan MK5 - 3. Kisah Air Bah Tradisi "P", 26 Desember 2001). Penulis manuskrip P ingin menegaskan bahwa persembahan korban dimulai oleh Harun, junjungan mereka, dan selanjutnya hanya bisa dilakukan oleh keturunannya.
Lebih dari sekedar masalah persembahan korban, penulis teks P ingin menyampaikan konsep bahwa hubungan manusia dengan Tuhan hanya bisa dilakukan melalui imam (Haruni). Karena itu kisah-kisah tradisi P tidak menyebutkan adanya malaekat, tidak ada mimpi, tidak ada binatang yang bisa berbicara. Bahkan istilah *nabi* hanya muncul sekali saja, dan merujuk pada Harun, yang disebut sebagai nabi untuk Musa ! [Kel 7:1].
Teks P juga tidak sekalipun menyebut Tuhan sebagai maha-pengampun. Tidak ada kata "pengampunan", "kurnia", "percaya" atau "pengasih". Bukan berarti tradisi P tidak mengenal konsep pengampunan. Bagi penulis teks P pengampunan tidak bisa diberikan hanya karena seseorang meminta ampun. Dosa seseorang tidak akan terampuni jika ia tidak mendatangi imam dan memberikan persembahan. Tuhan dalam tradisi P digambarkan bersifat "adil". Tuhan disebut telah menetapkan sejumlah aturan bagi manusia yang ingin memohon ampun, dan pengampunan akan diberikan hanya jika ia mematuhi prosedur. Sebaliknya teks JE, menggambarkan Tuhan yang pengampun dan pengasih [Kel 34:6-7].
Teks P mengembangkan kisah yang menampilkan Musa tidak semenonjol dan sepenting seperti dalam teks E. Dalam beberapa bagian penulis teks P bahkan berani menggubah kisah yang mendiskreditkan Musa. Contoh yang paling jelas, terlihat dalam kisah "Air dari Batu". Teks P tidak hanya menampilkan Musa dan Harun sebagai alternatif teks E yang menyebut Musa saja. Berikut kisah dalam bentuk dua versi, yang tersebar di dua kitab, Kisah E [Kel 17:2-7] dan P [Bil 20:2-13]. Perhatikan Bil 20:12, yang digunakan oleh penulis teks P sebagai justifikasi alasan Musa tidak dapat masuk ke "tanah perjanjian".
Puncak denigrasi Musa dilambangkan dengan tindakan Raja Hizkia yang menghancurkan "ular tembaga yang dibuat oleh Musa, sebab sampai pada masa itu orang Israel memang masih membakar korban bagi ular itu yang namanya disebut Nehustan" [2Raj 18:4b]
Teks E [Kel 17:2-7]
17:2 Jadi mulailah mereka itu bertengkar dengan Musa, kata mereka: "Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum." Tetapi Musa berkata kepada mereka: "Mengapakah kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN ?"
17:3 Hauslah bangsa itu akan air di sana; bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?"
17:4 Lalu berseru-serulah Musa kepada TUHAN, katanya: "Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu!"
17:5 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Berjalanlah di depan bangsa itu dan bawalah beserta engkau beberapa orang dari antara para tua-tua Israel; bawalah juga di tanganmu tongkatmu yang kaupakai memukul sungai Nil dan pergilah.
17:6 Maka Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan keluar air, sehingga bangsa itu dapat minum." Demikianlah diperbuat Musa di depan mata tua-tua Israel.
17:7 Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak ?"
Teks P [Bil 20:2-13] 20:2 Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun,
20:3 dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa, katanya: "Sekiranya kami mati binasa pada waktu saudara-saudara kami mati binasa di hadapan TUHAN !
20:4 Mengapa kamu membawa jemaah TUHAN ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ ?
20:5 Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minumpun tidak ada ?"
20:6 Maka pergilah Musa dan Harun dari umat itu ke pintu Kemah Pertemuan, lalu sujud. Kemudian tampaklah kemuliaan TUHAN kepada mereka.
20:7 TUHAN berfirman kepada Musa :
20:8 "Ambillah tongkatmu itu dan engkau dan Harun, kakakmu, harus menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya."
20:9 Lalu Musa mengambil tongkat itu dari hadapan TUHAN, seperti yang diperintahkan-Nya kepadanya.
20:10 Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: "Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini ?"
20:11 Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum.
20:12 Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka."
20:13 Itulah mata air Meriba, tempat orang Israel bertengkar dengan TUHAN dan Ia menunjukkan kekudusan-Nya di antara mereka.
7. MT6 - Deuteronomis, Pelunasan "Hutang" Sejarah
Penulis dan Penyunting
Pada tahun 1980, arkeolog Nachman Avigad mempubilkasikan sebuah segel lempung temuannya. Segel yang berasal dari masa akhir abad-7 SM hingga awal abad-6 SM ini sekarang tersimpan di Museum Israel. Pada salah satu sisinya terdapat huruf Ibrani "lbkryhw bn nryhw hspr", yang berarti "milik Barukh bin Neria, penulis". Di masa Perjanjian Lama, kadang-kadang manuskrip ditulis di atas lembaran papirus, yang kemudian digulung dan diikat dengan tali. Berikutnya, tali itu ditekankan pada bola lempung basah, lalu ditekan dengan segel seseorang. Melalui karakter huruf pada bekas segel pada lempung tersebut, para ahli dapat mengenali waktu pembuatannya, karena karakter huruf Ibrani berubah dari waktu ke waktu. Penemuan segel Barukh ini sangat penting bagi arkeologi Perjanjian Lama, karena merupakan artefak pertama milik seseorang yang namanya tersebut dalam Alkitab. R.E.Friedman dalam "Who Wrote the Bible" edisi revisi (1989) menyebut Barukh sebagai penulis (semacam sekretaris atau panitera) dan penyunting kitab tradisi D, berdasarkan konsep Nabi Jeremia. Segel Barukh antara lain dapat dilihat di http://home.att.net/~kmpope/SealofBaruch.html
Jeremia dan sekretarisnya (Barukh) pasti termasuk komunitas Musaiyah.
Hubungan Jeremia dengan para imam Shiloh (atau Silo)
Jeremia adalah salah satu nabi yang tercatat lima kali merujuk ke Shiloh [Jer 7:12,14; 26:6,9; 41:5]
Jeremia menyebut Shiloh sebagai "tempat dimana Aku [Tuhan] membuat nama-Ku [Tuhan] diam" [Jer 7:12]. Ungkapan deuteronomik untuk tempat utama pemujaan Tuhan.
Jeremia berasal dari Anatot [Jos 21:18-19], kota tempat pengucilan Abyatar, imam besar komunitas Shiloh yang dipecat Samolo. Anantot adalah sebuah desa kecil komunitas Haruni di luar kota Jerusalem. Jeremia pasti bukan Haruni, karena ia mendapat perlakuan tak sedap dari komunitas keturunanHarun [Jer 11:21-23]
Keterkaitan Jeremia dengan Raja Josia.
Jeremia memulai karya kenabiannya di masa Raja Josia [Jer 1:2]
Jeremia membuat syair ratapan kematian ketika Josia mati terbunuh [2Taw 35:25]
Keterkaitan Jeremia dengan penemuan "Kitab Musa" di masa Raja Josia.
Adalah Safan yang membawa "Taurat Musa" yang ditemukan imam Hilkia ke Raja Josia. [2Raj 22]
Adalah Elasa anak Safan (dan Gemarya anak Hilkia) yang membawa surat Jeremia untuk orang Israel yang berada dalam pembuangan di Babelonia [Jer 29:1-3]
Surat peringatan Jeremia untuk Joyakim, anak Josia, dibacakan Barukh di kamar Gemarya anak Safan [Jer 36:10]
Adalah Gemarya anak Safan yang membela Jeremia di saat kritis. Juga, sebagaimana Jeremia dibela dan diselamatkan oleh Ahikam anak Safan [Jer 26:10]
Adalah Gedalya, anak Ahikam, anak Safan, yang melindungi Jeremia, ketika Gedalya sedang menjabat sebagai Gubernur Judea yang diangkat oleh Nebukadnezar [Jer 39:14; 40:6]
Keterkaitan Jeremia dengan imam besar terakhir Shiloh yang dikucilkan di Anatot, dan dengan "Kitab Musa" yang ditemukan Hilkia di jaman Raja Josia, terwakili oleh dua ayat pembuka Kitab Jeremia: "Inilah perkataan-perkataan Jeremia bin Hilkia, dari keturunan imam yang ada di Anatot di tanah Benyamin. Dalam jaman Josia bin Amon, raja Jehuda, dalam tahun yang ketiga belas dari pemerintahannya . . . " [Jer 1:1-2a].
Dalam keadaan termarginal, komunitas Musaiyah tetap memelihara kontinuitas tradisi literatur, menulis teks baru dan menyimpannya berabad-abad, dalam bentuk hukum, kisah, laporan sejarah, dan puisi. Lalu muncul ke panggung sejarah ketika kesempatan datang. Seperti terjadi di masa Raja Josia (Kerajaan Judea), ketika salah satu anggota puas Musaiyah memperoleh posisi terhormat dan memiliki wewenang keagamaan, setelah tersingkir selama sekitar 300 tahun. Dalam masa tersebut mereka mengembangkan teks yang dikenal sebagai manuskrip deuteronomis, yaitu Kitab Ulangan dan semua kitab sejarah hingga jaman Raja Josia. Manuskrip ini dikenal sebagai sumber tradisi "D". Keberhasilan komunitas Musaiyah masuk kembali ke pusat religi yang bersinggungan erat dengan lingkaran kekuasaan monarki, melahirkan gerakan pembaharuan agama yang disebut "Reformasi Raja Josia".
Tradisi "D" adalah kontinuitas tradisi "E", setelah kejatuhan Kerajaan Efraim
Bertunas di kerajaan Israel di Utara, tetapi mencapai perkembangan puncaknya di wilayah kerajaan Jehuda (setelah jatuhnya Samaria) hingga jatuhnya Jerusalem.
Menghendaki sentralisasi aktivitas agama (karena Shiloh pernah menjadi pusat agama, di jaman Samuel), tapi tak terkait dengan tabut perjanjian atau keimamam Jerusalem (karena Abyatar, pemimpinnya, disingkirkan Salomo, dan setelah itu Jerusalem dikuasai imam Haruni)
Menghendaki sentralisasi aktivitas agama dan melegitimasi kaum Lewi sebagai imam. Sangat peduli pada kehidupan para imam Lewi (karena mereka juga kaum Lewi, yang tak bertanah dan tak berpekerjaan) dan berpandangan hanya kaum Lewilah yang berhak menjadi imam (karena mereka pernah tersingkir oleh imam non-Lewi di Bethel), tetapi mengistimewakan hanya sebagian kecil saja (yaitu bukan yang di pedesaan)
Menerima sistem monarki (karena Samuel menahbiskan dua raja pertama dan kedua), tetapi menghendaki pembatasan kekuasaan raja (karena Samuel juga bersikap demikian, dan karena Raja Salomo dan Raja Jerobeam pernah memperlakukan komunitas Shiloh dengan sangat buruk), misalnya dengan pendekatan pra-monarki dalam hal perang, yang mengutamakan dukungan suku (karena tentara profesional akan menjadikan raja lebih mandiri dan tidak bergantung pada dukungan rakyat).
Memulai manuskrip dari kisah Musa dan berpuncak pada Raja Josia. Di masa Josia komunitas Musaiyah berhasil "menyingkirkan" komunitas Haruni. Dari sudut pandang Musaiyah, Raja Josia tampil bagai tangan pembalas "dendam aniaya" terhadap komunitas Haruni, Raja Salomo dan Raja Jerobeam, yang telah mereka simpan berabad-abad. Maka Raja Josia pun dikisahkan menghancurkan ikon keagamaan jaman Salomo dan Jerobeam.
Teks D membalas "dendam aniaya" berabad.
Terhadap Salomo, tradisi D menyebutkan bahwa ia berperilaku buruk di masa tuanya, berpaling pada penyembahan dewa, menjadi pengikut dan mendirikan kuil pemujaan di bukit dekat Jerusalem bagi Dewi Astoret dari Sidon, dewa Khemos dari Moab, dewa Milkom dari Ammon. (2Raj11:5-7). Lalu dikisahkan bahwa Raja Josia menghancurkan tempat tersebut (2Raj 23:13)
Terhadap Jerobeam, tradisi D mengisahkan kegiatan sistem religi baru Raja Jerobeam yang membangun kuil di Dan dan Bethel. (1Raj12-13) :Lalu dikisahkan penghancuran tempat tersebut, juga oleh Raja Josia (2Raj 23:15). Raja Josia telah membalaskan "aniaya" yang diterima komunitas Musaiyah dari Shiloh selama tiga ratusan tahun. Tak aneh jika para Deuteronomis memotret Raja Josia sebagai puncak sejarah tiga abad terakhir.
8. MT7 - Ezra, Penyusun 5 Kitab Taurat
Pra-Babelonia
Pada awalnya, ada dua "kitab suci" dari dua tradisi berbeda, Jahwis dan Elohis (J dan E), yang ditulis dua komunitas imam yang berbeda (Haruni dan Musaiyah), dan dipelihara di dua wilayah kerajaan yang terpisah (Jehuda dan Israel), hingga kedatangan bangsa Assiria yang meruntuhkan Kerajaan Efraim di Utara. Situasi politik paska-Samria, tahun 72 SM, memaksa terjadinya diaspora, sebagian rakyat bekas kerajaan Efraim bermigrasi ke berbagai penjuru dunia, lalu dikenang sebagai "10 suku Israel yang hilang". Sebagian lainnya bermigrasi ke Selatan, bergabung dengan saudara-saudaranya suku Jehuda. Lalu bergabung pulalah dua tradisi menjadi satu: teks JE, yang tersebar dan saat ini dikenali dalam Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, dan Kitab Bilangan. Sekelompok imam merasa kedudukannya terancam, karena sebagian isi kolase "kitab suci" itu mengerogoti legitimasi dan wewenang keimaman komunitasnya. Maka dimulailah tradisi penulisan baru yang kemudian dikenal sebagai manuskrip P, atau 'Priestly', "Kitab Taurat" versi baru pesaing "Kitab Taurat" JE. Raja berganti, jaman berganti, sekelompok imam dari komunitas yang pernah tersingkir, berhasil naik panggung lagi. Mereka membawa manuskrip baru yang kemudian disebut sebagai teks "Deuteronomy" atau "D". Sebelum Jerusalem dan Baitallah Pertama luluh lantak di tangan pasukan Nebukadnezar dari Babelonia, tahun 587SM, Israel memiliki empat tradisi manuskrip (J,E,D,P) yang dipelihara dua komunitas imam (Musaiyah dan Haruni).
Di Pembuangan
Keruntuhan dua kerajaan kecil Israel, dan terutama masa pembuangan di Babelonia, adalah salah satu peristiwa yang menjadi tonggak besar perjalanan religius bangsa Israel. Untuk pertama kalinya mereka berinteraksi secara intensif dengan kultur asing. Untuk pertama kalinya mereka kehilangan seluruh ikon religi mereka. Tidak ada raja yang dianggap wakil Tuhan di dunia. Tidak ada Baitallah, lambang kehadiran Tuhan di dunia. Tidak ada wilayah negara, lambang janji Tuhan kepada mereka sebagai "bangsa pilihan". Israel meratap, seperti terekam di banyak bagian Alkitab, misalnya yang terbaca pada Kitab Ratapan dan bagian akhir Kitab Jeremia yang mengkisahkan kehidupan pengungsi di Mesir; juga Kitab Yehezkiel dan bagian akhir Kitab Jesaya yang mengkisahkan kehidupan di tempat pembuangan Babelonia. Kegetiran dan kerinduan, dendam dan ketakberdayaan, pengharapan dan penyesalan, sekaligus terwakili dalam syair Mazmur 137
Paska-Babelonia
Lalu muncul kesadaran dalam komunitas tertentu. Kesadaran yang makin lama makin kuat, bahwa keterpurukan itu disebahkan oleh keterpecahan mereka sendiri. Lalu datanglah pasukan Darius dari Persia, meruntuhkan dominasi Babelonia. Dan orang-orang Israel kembali dari pembuangan. Hidup paska-pembuangan ternyata sulit, ikon religi masih belum terpulihkan, keterceraiberaian belum dipersatukan. Dan datanglah hari-hari Ezra, yang serba tepat. Ezra berasal dari keluarga imam yang tepat, dari profesi yang tepat, di tempat yang tepat, di waktu yang tepat, dengan wewenang mencukupi, dan dengan bekal yang tepat (naskah "kitab suci" yang pertama kali diperkenalkan kembali ke depan khalayak Judea paska-Babelonia).
Dari Kitab Ezra terbaca :
7:6 Ezra ini berangkat pulang dari Babel. Ia adalah seorang ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa yang diberikan TUHAN, Allah Israel. Dan raja memberi dia segala yang diingininya, oleh karena tangan TUHAN, Allahnya, melindungi dia.
7:10 Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel.
7:14 Oleh karena engkau disuruh raja serta ketujuh orang penasihatnya untuk mengadakan penyelidikan mengenai Yehuda dan Yerusalem dengan berpedoman kepada hukum Allahmu yang menjadi peganganmu, Ezra, yang berasal dari komunitas Haruni, memperoleh wewenang besar dari Raja Persia untuk memulihkan Judea, dan tangannya menggenggam "Taurat Musa yang diberikan TUHAN, Allah Israel".
"Kitab Taurat", sebagaimana yang kita kenal sekarang sebagai 5 kitab pertama Perjanjian Lama, yang untuk pertamakalinya diperkenalkan di Judea, adalah manuskrip yang berada di tangan Ezra. Ezra membawanya sendiri ke Jerusalem, Ezra membacakannya sendiri untuk pertamakalinya ke khalayak ramai di Jerusalem. Ezra adalah penyusun Kitab Taurat. Ezra adalah Redaktur, penggabung dan penyunting manuskrip dari berbagai tradisi, menjadi satu kesatuan.
Redaktur Taurat
Redaktur yang menggabungkan empat tradisi menjadi satu kesatuan dalam kumpulan kitab Taurat dan Nebiim pasti terkait dengan komunitas imam Haruni. Mungkin ia (atau mereka) adalah imam dari komunitas Haruni, sekutu komunitas Haruni, atau punya komitmen terhadap kepentingan komunitas Haruni.
Hampir semua karyanya dimulai dari kisah atau hukum tradisi P, tak pernah dari tradisi J atau E.
Ia menggunakan dokumen karya tradisi P sebagai kerangka. Dokumen pertama yang digunakannya adalah "Kitab Silsilah" (Book of Generations) yang :
menggunakan istilah Elohim, bukan Yahweh.
menyebut manusia diciptakan sesuai gambaran Allah
peduli terhadap pengulangan detil nama dan waktu.
Menggunakan teks tradisi P sebagai struktur 15 pasal Kitab Kejadian mulai dari perbudakan di Mesir. (Dalam tradisi P setiap musibah dimulai dengan "tetapi hati Firaun ..."
Menambahkan kata dengan gaya bahasa yang tipikal tradisional P dan mengandung kepentingan komunitasnya.
Menekankan pemusatan agama: satu pusat kegiatan, satu mezbah, satu tabernakel, satu tempat persembahan korban. Raja yang memulai pemusatan agama adalah Hiskia, Raja Judea. Dalam masa pemerintahannya Kerajaan Israel (Utara) runtuh.
Penyuntingan
Redaktur Kitab Taurat pasti menghadapi kesulitan teknis luar biasa. Ia berhadapan dengan berbagai jenis manuskrip: prosa, puisi, hukum, narasi, daftar dan silsilah, instruksi teknis arsitektur dan liturgi. Ia bertemu muka dengan berbagai tradisi yang masing-masing unik, respons suatu komunitas terhadap situasi dan kebutuhan khusus dalam sejarah panjang Israel. Karenanya, ia harus menggeluti berbagai kontradiksi dan inkonsistensi.
Maka langkah-langkah yang dilakukannya sejauh yang bisa dikenali saat ini adalah sebagai berikut :
Dua kisah penciptaan diletakkannya di depan. Teks P yang berperspektif kosmis menjadi Kej 1, teks J yang berperspektif anthropomorfis menjadi Kej 2. Peletakan dua teks dengan perspektif berbeda, ternyata memberi quasi-efek saling melengkapi, sebagaimana dirasakan beberapa pembacanya.
Kisah Adam dan Hawa, Kain dan Habel, dari tradisi J, diletakkan dalam bagian selanjutnya. Lalu dilanjutkan dengan sepuluh aras silsilah dari Kitab Silsilah, dan berakhir di Nuh.
Dua Kisah Air Bah (dari J dan P) sangat menyulitkan redaktur, karena keduanya merupakan kisah yang lengkap dan utuh, dan masing-masing memiliki unsur-unsur kisah dengan perbedaan yang sangat nyata. Kej 5:8~9:17 menjadi bukti ketrampilan penyuntingan Redaktur Taurat. Kedua kisah dari dua masnuskrip itu dipenggal-penggal menjadi beberapa bagian, lalu disatukannya kembali menjadi satu kisah utuh dalam satu manuskrip.
Di banyak bagian lain Redaktur menggunakan berbagai teknik yang berbeda.
menempatkan dua kisah yang sama di dua bagian berbeda;
membiarkan satu manuskrip tetap utuh, dan menambah satu dua kalimat penghubung atau tambahan
Selain menyunting Taurat, Redaktur juga menyunting Nebiim, dengan prinsip sama: tanpa penghilangan suatu bagianpun dari teks yang telah ada, dengan satu tujuan: rekonsiliasi religi demi reunifikasi Israel.
bersambung